MIFTAHUSSUDUR JL.JEND.SUTOYO Gang 01 SAWANGAN,PURWOKERTO Contact Person,Email:TQN_Banyumas@yahoo.co.id
BERKUMPULKARENA CINTA, BERTEMU KARENA MAHABAH, BERSATU KARENA UKHUWAH TQN
Ilaahi anta maqshudi wa ridloka mathlubi a'thini mahabbataka waa ma'rifatak
Jumat, 09 April 2010
UNTUKMU SOUDARAKU......
Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, kami memohon kepada-Nya, dan kami berlindung kepada-Nya. Dan kami memohon perlindungan Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal kami. Siapa yang ditunjuki Allah tidak akan tersesat, dan siapa yang dibiarkanNya tersesat, tak akan mendapat petunjuk. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya.
Kepada saudara Muslimku, para Mujahid Palestina yang sabar dan teguh: Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Peperangan yang tengah berkobar di tanah kalian Yang sll terjajahi.....
Kemudian setelah mereka kehabisan tenaga menghadapi Jihad kalian yang penuh berkah, mereka lalu mencari dalih dan menggunakan muslihat,..........
Aku sampaikan kepada Saudaraku Mujahidin, putra-putra Palestina, dan menyeru mereka untuk melanjutkan langkah mereka di atas Jalan Jihad. Kekufuran global tengah menghadapi kesulitan dan maka teguh dan kuatkan tekad! serta kesabaran dan keteguhan mereka dalam menghadapi musuh yang sama .........
Ya Allah, sampaikan shalawat dan salam kepada Rasul kami Muhammad saw, beserta keluarga Beliau, dan seluruh Sahabat. Dan doa terakhir kami segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin.
Ilaa Hadlrotini Sulthonul Awliya fi hadza zaman Wa syaikhinal mukarrom,Pangersah Abah Anom Syeich Ahmad Shohibul Wafa Tadjul'Arifin Qs..Al fatehah.....
PERHATIAN...PERHATIAN...
Assalamualaikum wr. wb.
Perhatian-perhatian..saya hanya menyampaikan pesan...
Diberitahukan kepada para penumpang "TQN SURYALAYA AIR" dengan No penerbangan 165, dalam perjalanan Ruhani yang sedang kita tempuh, dengan ketinggian jelajah Ilmu - Amaliah, Amal - Ilmiah, dengan tujuan Tingkatkan Iman dan Taqwa kepada ILLAHI ROBBI, penumpang diharap tetap mengenakan sabuk Amanah dalam Robithoh dan Khidmat kepada Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-Alamah Al-Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul' Arifin r.a., menegakan kursi Islam, Iman, Ikhsan & Ikhlas.
Penerbangan ini bebas asap Dengki, Iri, Riya, Sum'ah dan Ujub, berpegang teguhlah pada Tali Alloh dalam penerbangan ini.
Selamat menikmati penerbangan ini, semoga sampai tujuan di Bandara "ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATLUBI A'TINI MAHABATAKA WA MA'RIFATAKA......
TATA CARA MANAQIB SULTHONU AULIYA'I SYEICH ABDUL QODIR AL JAILANI
MANAQIB adalah suatu bentuk kegiatan khidmat amaliah dan ilmiah, dan sudah melembaga dan membudaya di tengah sebagian besar masyarakat Islam Indonesia. Terutama sekali di kalangan ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya. Kegiatan khidmat itu merupakan bagian pengamalan dan pengenjawantahan dari Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Pelaksanaannya secara rutin sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditentukan bertempat di majlis-majlis manakiban dan khotaman.
Manaqib itu sendiri berasal dari bahasa Arab, dari lafad “manqobah” yang berarti : kisah tentang kesolehan dan keutamaan ilmu dan amal seseorang.
Syaikh Abdul Qodir Jaelani pernah berkata : “Dimana saja dibacakan manaqib-ku aku hadir padanya”. Oleh karena itu pada waktu pelaksanaannya para ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya harus hadir untuk mengikuti jalannya kegiatan tersebut.
Susunan acara manakiban sebagai berikut :
1. Pembukaan
2. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an
3. Pembacaan Tanbih
4. Tawasul
5. Pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir Jaelani
6. Da’wah/Tabliqul Islam oleh Mubaligh Pondok Pesantren Suryalaya
7. Pembacaan Sholawat Bani Hasyim 3 (tiga) kali
Demikianlah pelaksanaan manaqib, yang dapat menciptakan dan mewujudkan kondisi dinamis, serta tata nilai yang berharga, untuk itulah perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus dikembangkan dan dilestrarikan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.
RAHASIA DIBALIK AMALIYAH MANAQIBAN
Definisi rahasia menurut keterangan di dalam kitab tentang ketentuan-ketentuan sesuatu adalah salah satu komponen yang ada pada diri manusia yang disimpan dalam qolbu, seperti ruh di dalam jasad, seperti tempat cinta, hati tempat keinginan.
hadith
Amaliyah manaqiban di dalamnya penuh dengan ‘amaliyah’. ‘Penuh’ disini diartikan karena datang dan didatangi , yang mendengarkan dari jauh maupun dari dekat (tempat manaqiban), atau yang datang tidak untuk manaqiban, tetapi untuk sekedar ingin tahu ataupun berjualan, semuanya terlibat dengan ‘amaliyah manaqiban’, sadar atau tidak sadar. Malah Informasi seperti ‘Blog’ ini pun terlibat di dalamnya. Demikian juga transportasi baik transportasi udara, transportasi laut maupun transportasi darat terutama Angkutan Kota dan Angkutan Pedesaan pun, seluruhnya selalu melibatkan diri di dalam ‘amaliyah manaqiban’.
Puluhan ribu manusia berdesakan tanpa di undang, seluruhnya datang hanya untuk mengejar rahasia, ‘ADA APA DENGAN MANAQIBAN ?‘, Rahasia ini malah membuat orang yang belum pernah tahu apa manaqiban itu, terkadang usil dalam ceramahnya dengan mengungkit-ungkit manaqiban, bukan hanya menjelekkan, tetapi menganggap perbuatan itu syirik / menyekutukan Tuhan, lalu menyebut-nyebut SYEIKH AHMAD SHOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN (Pengersa Abah Anom), menyebut-nyebut ‘SURYALAYA’-nya, Dzikirnya keras-keras dan lain-lain yang menjurus kepada melecehkan, mencemohkan dengan nada-nada yang sinis. Hal itulah yang membuat penasaran orang yang mendengar. Secara langsung atau tidak langsung penceramah itu melibatkan dirinya di dalam manaqiban, dengan tidak disadari, orang itu menyuruh datang ke tempat manaqiban.
Jangan terlalu jauh mengungkap rahasia di balik amaliahnya, bukti manaqiban-nya saja adalah rahasia, walaupun jelas, nyata, terdengar, terlihat. Kalau bukan dan tidak rahasia, mengapa orang-orang yang jauh-jauh pada datang ke tempat Manaqiban, seperti orang dari negara Singapore, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Hongkong, Australia pada datang menghadiri manaqiban.
Kalau manaqiban itu bukan sesuatu rahasia, walaupun bersifat lahiriyah saja kelihatannya, mengapa pendiri manaqiban itu tidak ada yang bangkrut secara ekonomi. Semakin banyak yang mendirikan manaqiban, pencandu manaqiban hidupnya barokah. Ada apa di dalamnya ? Silakan menjadi manusia yang penasaran dengan Manaqiban.
Pada saat manaqiban telah di mulai dan sampai dengan selesai, dicontohkan oleh Syeikh Mursyid kamil mukamil SYEIKH AHMAD SHOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN (Pengersa Abah Anom) beliau tidak bergerak ke kiri dan ke kanan (khidmat), duduk nunduk “TAWAJJUH” kearah di mana satu nama Alloh tertanan di dalamnya.
Menurut Kitab At-Ta’rifat halaman 116 disebutkan :
“Rahasia itu adalah latifah / sesuatu yang halus yang diletakkan disimpan di dalam hati seperti ruh disimpan di dalam badan dan itu adalah tempat menyaksikan segala sesuatu, seperti sesungguhnya ruh itu tempat mahabbah / mencintai, menyukai dan hati adalah tempatnya keinginan, kemauan“.
AMALIYAH
Amaliyah adalah perbuatan anggota badan lahir, ibadah nyata, yang mengambil banyak resiko pengorbanan, karena perbuatan dunia untuk dunia dan akhirat, makan waktu yang tidak sedikit, memerlukan sikap yang serius, bukan main-main, karena didalamnya ada berbagai untaian acara. Dari membaca Al-Qur’an, membaca sholawat, membaca tanbih, membaca tawassul, membaca Manaqib Syeikh Abdul Qodir al-Jaelani Qoddasallohu Sirrohu, membaca doa dan syarahan/tausyiah/ceramah, yang disebut khidmat ‘ilmiyah.
Kalimat dzikir Laa ilahaa illallah mempunyai 19 nama diantaranya
Kalimat dzikir Laa ilahaa illallah mempunyai 19 nama diantaranya Kalimat tauhid, Kalimat Ikhlas, Kalimat Ahsan, Kalimat da'watul haq, Kalimat thoyyibah, Kalimat 'Urwatul wutsqo, Kalimat tsamma'ul jannah (harga dan pembeli syurga), Kalimat taqwa, Kalimat Islam, Kalimat kedekatan dengan Tuhan, Kalimat kemenangan dst. Alhamdulillah kita sudah mendapatkannya.
Kehebatan Laa ilahaa illallah itu disebutkan : Tidak akan dibuka pintu langit (kesatu, kedua ... ketujuh) oleh Allah bagi orang yang berdo'a jika tidak melalui kalimat Laa ilahaa illallah. Artinya do'a tidak akan diijabah apabila kalimat Laa ilahaa illallah menyertainya. Kunci Pintu Surga adalah Laa ilahaa illallah. Alhamdulillah kita sudah mendapatkannya dan mudah-mudahan bisa membukanya. Sebaliknya kalimat Laa ilahaa illallah bisa menutup pintu neraka. Barokah dari langit dan bumi akan datang kepada orang yang banyak mengucapkan Laa ilahaa illallah. Kalimat Laa ilahaa illallah bisa membuka/mengeluarkan ruh manusia yang tidak bisa kembali kepada Allah ketika azalnya tiba. Hakikat Laa ilahaa illallah adalah dzikir Khofi. Dengan dzikir inilah kita belajar untuk bisa kembali kepada Allah. Dzikir Laa ilahaa illallah bisa menutup, mengendalikan nafsu jelek yaitu nafsu amarah dan lawwamah juga untuk mengunci pintu kemaksiatan.
Dialog ALLAH Dan Malaikat tentang Orang-orang Yang Berdzikir Dan Berdo'a
Suatu hari, Rasulullah menyampaikan berita kepada sahabat tentang adanya malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan, berkeliling di muka bumi, untuk mencari orang yang selalu berdzikir, mencari majelis-majelis yang berdzikir. Jika malaikat itu menemukan apa yang dicari, maka dia akan berseru kepada malaikat lainnya, "Kemarilah, inilah hajat kalian!"
Lalu para malaikat itu mengelilingi kaum yang sedang berdzikir tersebut, ikut duduk bersama mereka, dengan membentangkan sayap-sayap mereka sampai ke atas langit dunia. Jika orang-orang yang berdzikir tadi selesai melakukan dzikirnya, para malaikat naik ke langit. Pada saat itu Rabb bertanya kepada malaikat - dan Dia Lebih Mengetahui - :
"Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?"
"Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir, bertahmid, dan mengagungkan-Mu" jawab para malaikat.
"Apakah mereka melihat-Ku?" Allah bertanya lagi.
Malaikat: "Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu!"
Allah: "Apa yang mereka minta?"
Malaikat: "Mereka meminta Surga kepada-Mu."
Allah: "Apakah mereka pernah melihatnya?"
Malaikat: "Tidak wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya!"
Allah: "Lantas bagaimana jika mereka melihatnya?"
Malaikat: "Andaikan mereka melihatnya, niscaya mereka akan lebih sangat mendambakannya, lebih sangat menginginkannya, dan lebih senang kepadanya!"
Allah: "Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?"
Malaikat: "Mereka meminta perlindungan dari Neraka."
Allah: "Apakah mereka pernah melihatnya?"
Malaikat: "Tidak, demi Allah, mereka belum pernah melihatnya."
Allah: "Bagaimana seandainya mereka melihatnya?"
Malaikat: "Seandainya mereka pernah melihatnya, tentu mereka lebih menjauh daripadanya dan lebih takut daripadanya."
Lalu Allah berfirman, "Saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuni untuk mereka."
Salah satu dari malaikat pun berkata, "Wahai Rabb, di tengah-tengah mereka ada seseorang yang bukan dari golongan mereka. Orang itu datang untuk suatu kepentingan (bukan untuk berdzikir)!"
Allah menanggapinya, "Mereka itu adalah kelompok orang yang tidak akan celaka, siapa pun yang ikut duduk dengan mereka!" []
___
Maraji': Hadits Riwayat Bukhari - Muslim. Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah.
Lalu para malaikat itu mengelilingi kaum yang sedang berdzikir tersebut, ikut duduk bersama mereka, dengan membentangkan sayap-sayap mereka sampai ke atas langit dunia. Jika orang-orang yang berdzikir tadi selesai melakukan dzikirnya, para malaikat naik ke langit. Pada saat itu Rabb bertanya kepada malaikat - dan Dia Lebih Mengetahui - :
"Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?"
"Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir, bertahmid, dan mengagungkan-Mu" jawab para malaikat.
"Apakah mereka melihat-Ku?" Allah bertanya lagi.
Malaikat: "Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu!"
Allah: "Apa yang mereka minta?"
Malaikat: "Mereka meminta Surga kepada-Mu."
Allah: "Apakah mereka pernah melihatnya?"
Malaikat: "Tidak wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya!"
Allah: "Lantas bagaimana jika mereka melihatnya?"
Malaikat: "Andaikan mereka melihatnya, niscaya mereka akan lebih sangat mendambakannya, lebih sangat menginginkannya, dan lebih senang kepadanya!"
Allah: "Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?"
Malaikat: "Mereka meminta perlindungan dari Neraka."
Allah: "Apakah mereka pernah melihatnya?"
Malaikat: "Tidak, demi Allah, mereka belum pernah melihatnya."
Allah: "Bagaimana seandainya mereka melihatnya?"
Malaikat: "Seandainya mereka pernah melihatnya, tentu mereka lebih menjauh daripadanya dan lebih takut daripadanya."
Lalu Allah berfirman, "Saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuni untuk mereka."
Salah satu dari malaikat pun berkata, "Wahai Rabb, di tengah-tengah mereka ada seseorang yang bukan dari golongan mereka. Orang itu datang untuk suatu kepentingan (bukan untuk berdzikir)!"
Allah menanggapinya, "Mereka itu adalah kelompok orang yang tidak akan celaka, siapa pun yang ikut duduk dengan mereka!" []
___
Maraji': Hadits Riwayat Bukhari - Muslim. Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah.
DUA BELAS ADAB YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA SAAT MELAKUKAN BERDZIKIR.
12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir
1. Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..
2. Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
3. Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4. Memakai pakaian yang halal dan suci.
5. Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
6. Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.
7. Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang sangat penting.
8. Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
10. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.
11. Menghadirkan makna dzikir di dalam hatinya.
12. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata “illallah” terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
RAHASIA DIBALIK DZIKIR JAHAR
Hingga kini, masih banyak orang yang under estimate, merasa tidak mempercayai dengan dalil suudzon dan syak wasangka, apakah benar ada yang dinamakan dzikir jahar atau dzikir keras. Kebanyakan dari mereka, mengira bahwa yang dinamakan dzikir keras itu sesuatu yang tidak ada riwayat dari Rasulnya. Benarkah?
Sebagai ilustrasi, sebagaimana orang bijak pernah berkata, bahwa manusia akan dikumpulkan dengan orang yang disukainya. Jika ia mencintai musik, maka ia akan berkumpul dengan para pecinta musik. Jika ia mencintai hobi motor cross misalnya, maka ia akan berkumpul dengan mereka yang mencitai hobi yang sama. Tidak perduli dengan suara bising dan dentuman musik yang menjadi-jadi. Bagi mereka yang penting adalah mencari kenikmatan.
Ya, begitulah bahwa manusia akan dikumpulkan bersama dengan orang yang memiliki hobi dan minat yang sama. Demikian juga dengan dzikir, atau bagi mereka yang menyukai dzikir. Timbulnya pertanyaan, benarkah ada dzikir jahar, ialah keluar dari mereka yang memang belum mencintai apa itu dzikir jahar. Padahal, Allah sendiri adalah firman-Nya menyatakan bahwa orang yang beriman yang memiliki hati suci, jika mendengar dzikir akan tersentuh dan gemetar hatinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” (QS. Al Anfal ayat 2).
Dalam ayat ini, Allah memberi isyarat bahwa mereka yang beriman tidak akan merasa resah tetapi akan tersentuh hati dan jiwanya jika mendengarkan dzikir. Dari ayat ini yang menjadi titik tekan adalah dalam kata dzukiro, yang berarti dzikir itu dibacakan. Berarti orang yang beriman itu mendengar bacaan dzikir, lalu mereka bergetar hatinya. Kemudian, kita bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang bisa didengar atau terdengar itu adalah suara yang dinyaringkan atau dikeraskan. Berarti dzikir dalam ayat tersebut adalah dzikir jahar atau dzikir yang dinyaringkan. Untuk lebih jelasnya, maka kita uraikan satu per satu ayat Al Quran dan Hadits yang menerangkan tentang dzikir jahar.
HUKUM DZIKIR KERAS (JAHAR) DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
HUKUM DZIKIR JAHAR DALAM AQUR’AN
- 1. Q.S. AL-‘AROF AYAT 204 :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat .”
Penjelasan ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar atau dzikir keras. Namun, Ayat di atas seakan bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam hati seperti Q.S.Al-‘Arof ayat 205: “Sebutlah nama Allah di dalam hatimu dengan merendahkan diri dan tidak dengan suara yang keras dari pagi sampai petang, Dan janganlah dirimu menjadi golongan yang lupa (lalai).”
Sebenarnya Ayat 205 ini tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan diperintahkannya dzikir jahar. Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang dzikir keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang telah umum yang biasa dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan, membaca talbiyah ketika pelaksanakan haji, membaca al-qur’an dengan dikeraskan atau dilagukan, membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain. Hanya saja, Q.S Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang tidak memakai gerak lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi penjelasan Ayat 205 ini menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika dibaca dalam hati pasti tidak akan mengeluarkan suara karena dzikirnya sudah menggunakan hati, bahkan sudah tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan dari dua ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir dengan jahar (keras) maupun dzikir dalam hati (khofi) yang tidak memakai gerak lidah.
- 2. Q.S.AL-BAQOROH AYAT 200 :
“Apabila engkau telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menywebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau bahkan berdzikirlah lebih (nyaring dan banyak) daripada itu.”
Menurut Ibnu Katsir, latar belakang turunnya ayat ini ialah kebiasaan bangsa Arab, baik suku quraisy maupun lainnya pada musim haji mereka biasanya berkumpul di Mudzalifah setelah wukuf di Arafah. Disitu mereka membanggakan kebesaran nenek moyang mereka dengan cara menyebut-nyebut kebesaran nenek moyang mereka itu dalam pidato mereka. Ketika telah memeluk agama Islam, Nabi memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf kemudian menuju mudzdalifah. Setelah mabit di mudzdalifah mereka diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak menunjukan perbedaan diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran nenek moyang) seperti yang mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda dengan Ibnu Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bila kamu selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada Tuhanmu dengan baik (dengan cara menyebut-nyebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu sewaktu kamu jahiliyah atau sebutlah nama Allah itu lebih keras daripada kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran Ibnu Abbas, seperti terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”.
Dua pendapat mufasir di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa menyebut nama Allah dalam pengertian dzikrullah dianjurkan setelah menunaikan ibadah haji,. Dzikrullah tersebut dikerjakan dengan suara keras, bahkan boleh dengan suara yang lebih keras daripada suara jahiliyah tatkala mereka menyebut nama nenek moyang mereka ketika berhaji.
- 3. Q.S. AL-BAQOROH AYAT 114 :
“ Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalangi-halangi menyebut nama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya ..”
- 4. Q.S. AN-NUR AYAT 36 :
“ Didalam semua rumah Allah diijinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk berdzikir dengan menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi dan petang.”
- 5. Dan lain-lain
HUKUM DZIKIR JAHAR MENURUT HADITS ROSUL
HADITS KE SATU
Dalam Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata: “Inna rof’ash shauti bidzdzikri hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati kaana ‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.” Artinya :“Sesungguhnya mengeraskan suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi Saw. Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat melakukan hal itu karena saya mendengarnya .”
Selanjutnya dalam hadits :“Suara yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan nur dzikir” (HR. Bukhari).
- HADITS KE DUA
Dari Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku berada di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebih baik daripada mereka” (HR. Bukhari). Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut dilakukan secara jahar.
- HADITS KE TIGA
Diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah memiliki malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis dzikir di dunia. Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’. Rasulullah menjawab: ‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri dengan dzikir kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia. Karena malaikat hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khofi. Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari dzikir yang diucapkan” (HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).
- HADITS KE EMPAT
Hadits yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah SAW, beliau bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah kepada sahabat-sahabatmu untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR. Imam Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya dzikir keras tetapi dianjurkan untuk melakukan dzikir jahar.
- HADITS KE LIMA
Didalam kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi Saw, bersabda, “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” (H.R.Baihaqi)
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut “orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” Hadits ini menunjukan dzikir jahar karena dengan dzikir jahar (terdengar) itulah orang munafik akhirnya menyebutnya ria .
- HADIITS KE ENAM
Juga dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., berkata :“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah dzikir kepada Allah kendati kalian dikatakan gila”. (H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi)
- HADITS KE TUJUH,
Dari Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada seorang yang mengeraskan suaranya dalam berdzikir, maka seorang berkata, “ semestinya dia merendahkan suaranya.” Rosulullah bersabda,” Biarkanlah dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“ (Al-Baihaqi). Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “ Aku menyertai Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di mesjid yang mengeraskan suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rosulullah, tidaklah ia termasuk orang ria ? “ Beliau menjawab, “ Tidak,tetapi dia pengeluh,” (H.R.Baihaqi).
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG DZIKIR JAHAR
Imam An-Nawawi berkata : “Bahwa bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila takut ria, atau khawatir mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur. Sedangkan yang jahar (dzikir keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran tentang hal ini, mengingat amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena ia dapat membangkitkan kalbu orang yang membaca atau yang berdzikir, ia mengumpulkan semangat untuk berfikir, mengalahkan pendengaran kepadanya, mengusir tidur, dan menambah kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat Al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah).
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah (keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab (yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati jadi keras bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong, ria, iri dengki dan sebagainya)
Imam Al-Ghozali r.a. mengatakan: “Sunnat dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di mesjid karena dengan banyak suara keras akan memudahkan cepat hancurnya hati yang keras bagaikan batu, seperti satu batu dipukul oleh orang banyak maka akan cepat hancur”.
KENAPA MESTI DZIKIR KERAS?
Ulama ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat kepada Allah bisa diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati itu bisa dicapai dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak berdzikir kepada Allah. Jadi, ma’rifat tidak akan bisa diperoleh jika hati kita busuk penuh dengan kesombongan, ria, takabur, iri dengki, dendam, pemarah, malas beribadah dan lain-lain. Oleh sebab itu dzikir diantara salah satu cara (thiriqoh) untuk membersihkan hati.
Sebab, manusia sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan Tuhan, sehingga hati mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut, mendorong manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal tersebut sebagaimana kalimat yang tercantum dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 74: “tsumma qosat quluubukum minba’di dzaalika fahiya kal hijaaroti aw asyaddu qoswatun”, artinya “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan lebih keras lagi”. Dari ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan hatinya keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu.
Maka, jalan keluarnya untuk melembutkan hati yang telah keras bagaikan batu sehingga kembali tunduk kepada Allah, sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “fakamaa annal hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil fakadzaalikal qolbu laayankasiru illa biquwwati ”, artinya “sebagaimana batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh pukulan palunya, demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan kuatnya suara dzikir. “liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi shohibihi illa biquwwatin”, artinya “ Demikian pula dzikir tak akan memberi dampak dalam menghimpun fokus hati pendzikirnya yang terpecah pada Allah kecuali dengan suara keras”.
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah (keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih di dalam tahap belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab (yaitu penghalang yang akan menghalangi kita dekat kepada Allah, seperti sifat-sifat jelek manusia: iri, dengki, sombong, takabur,dll yang disumberkan oleh hati yang keras).
CARA BERDZIKIR DENGAN KERAS YANG DIAJARKAN ROSUL
Dalam hadits shohihnya, dari Yusuf Al-Kaorani : “Sesungguhnya Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai Rosulullah, tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling dekat menuju Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling utama di sisi Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu mendawamkan dzikkrullah: Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana cara berdzikirnya ya Rosulallah? Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua matamu, dan dengarkan (ucapan) dariku tiga kali, kemudian ucapkan olehmu tiga kali, dan aku akan mendengarkannya. Maka Nabi Saw. Mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali sambil memejamkan kedua matanya dan mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina ‘Ali r.a mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw memdengarkannya”. (Hadits dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya)
Dalam kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kiri”. Ayat ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia agar menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat arah; 1. Depan 2.Belakang 3.Kanan 4.Kiri.Maka, dzikirnya pun harus menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan kalimat “LAA” dengan diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon. Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat “HA” diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH” diarahkan ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu lapadz “ALLAAH”nya diarahkan dengan agak keras ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari, karena disanalah letaknya jantung atau hati (keras bagaikan batu) sebagaimana pendapat Imam Al-ghozali.
100_13481
(Contoh gambar metode dzikir)
Syarat berdzikir menurut para Ulama Tasawuf:
1. Dengan berwudlu sempurna
2. Dengan suara kuat/ keras
3. Dengan pukulan yang tepat ke hati sanubari
MANA YANG PALING UTAMA, DZIKIR KERAS (JAHAR) ATAU DZIKIR HATI (KHOFI)?
Dalam kitab ulfatu mutabarikin dan kitab makanatu Adz-dzikri bahwasanya Rosul pernah bersabda: “sebaik-baik dzikir adalah dalam hati”. Dalam kitab tersebut dijelaskan hal itu bagi orang yang telah mencapai kelembutan bersama Allah, hati bersih dari penyakit, hati yang sudah lembut. Sedangkan dzikir keras itu lebih utama bagi orang yang hatinya keras bagaikan batu, sehingga sulit untuk tunduk pada perintah Allah karena sudah dikuasai oleh nafsunya.
Dalam kitab Miftahu Ash-Shudur karya Sulthon Auliya As-Sayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “ Sulthon Awliya As-Sayyid Syekh Abu A-Mawahib Asy-Syadzili r.a. berkata: “Para ulama toriqoh berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, apakah dzikir sir (hati) atau dzikir jahar (keras), menurut pendapat saya bahwa dzikir jahar lebih utama bagi pendzikir tingkat pemula (bidayah) yang memang hanya dapat meraih dampak dzikir dengan suara keras dan bahwa dzikir sir (pelan) lebih utama bagi pendzikir tingkat akhir (nihayah) yang telah meraih Al-Jam’iyyah (keteguhan hati kepada Allah)” .
Imam Bukhori, dalam kitab Sahihnya bab dzikir setelah salat fardlu, berkata: “ Ishaq ibnu Nasr memberitahu kami, dia berkata’Amru memberitahu saya bahwa Abu Ma’bad, pelayan Ibnu Abbas, semoga Allah meridloi keduanya, memberitahu Ibnu Abbas bahwa “Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika jama’ah selesai dan shalat fardlu sudah biasa dilakukan pada masa Nabi Muhammad. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu hal itu, saat mereka selesai shalat karena aku mendengarnya”. Sayyid Ahmad Qusyayi. Q.s., berkata: ”inilah dalil keutamaan dzikir keras (jahar) yang didengar orang lain, dengan demikian ia membuat orang lain berdzikir kepada Allah dengan dzikirnya kepada Allah“.
DZIKIR KERAS MERESAHKAN?
Dzikir keras tidak akan meresahkan atau mengganggu orang yang hatinya penuh dengan cinta kepada Allah. Dengan terdengarnya dzikir menjadi magnet (daya tarik) yang kuat bagi orang yang beriman, bahkan menjadi kenikmatan tersendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an QS.Al-Anfal ayat 2 :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” .
ALLAH TIDAK TULI
Ada anekdot dari seorang Ulama Tasawuf pengamal thoriqoh: suatu hari ada dialog antara mahasiswi dan ulama tasawuf. Mahasiswi bertanya: “Pak Kiai, kenapa dzikir mesti keras (jahar) padahal Allah itu tidak tuli?”. Ulama Tasawuf menjawab dengan membalikan pertanyaan: “yang bisa kena sifat tuli itu yang memiliki telinga atau tidak?”. Mahasiswi menjawab: “iya yang punya telinga”. Ulama Tasawuf kembali bertanya: “Kalau Allah punya telinga tidak?”. Mahasiswi menjawab: “tidak punya”. Ulama tasawuf kembali bertanya lagi: “apakah dengan suara keras makhluk akan merusak pendengaran Allah?”. Mahasiswi menjawab: “tidak Pak Kiai”.
Selanjutnya Ulama Tasawuf mengatakan: “oleh sebab itu istighfarlah dan bersyahadatlah dengan baik, bagaimanapun Allah tidak akan tuli dan tidak akan rusak pendengaran-Nya oleh suara kerasnya makhluk. Bagi-Nya suara keras maupun pelan terdengar oleh Allah sama. Hanya saja, hati manusia yang tuli akan perintah Allah. Jadi, dzikir keras bukan untuk Allah dan bukan ingin didengar oleh Allah karena Allah sudah tahu. Tapi tujuan dzikir keras itu diarahkan untuk hati yang tuli kepada Allah yang keras bagaikan batu sedangkan kita tahu batu itu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan yang kuat, begitupun hati yang keras bagaikan batu tidak akan hancur kecuali dengan suara pukulan dzikir yang kuat. Jadi, Allah tidak butuh akan dzikir kita, sebaliknya kitalah yang butuh akan dzikir kepada Allah supaya hati menjadi lembut, bersih dan ma’rifat kepada Allah.
PARA PENCARI TUHAN
BELIAU...SANG GURU MURSYID KAMI...
BELIAU MEMPUNYAI MATA MALAIKAT...
SENYUMNYA YANG MENERANGI HIDUPKU...
BELIAU ADALAH IMPIAN YANG AKAN MENJADI KENYATAAN...
SEKARANG,BELIAU MEMEGANGKU...DAN KU TAKKAN PERNAH...
KU TAKKAN PERNAH MELEPASKANNYA...
SALAMKU UNTUK BELIAU..........
BELIAU ADALAH GURU WALI MURSYID.........
KALAU HATI INI MULAI REMUK DAN CABIKAN CABIKAN MULAI JATUH...
BELIAU MEMEGANGKU...DENGAN LEMBUT..DAN MEMBERI KEKUATAN UNTUK
TERUS MENGGAPAINYA.....HINGGA KU BISA DAN TERLELAP DISAMPINGNYA.....
TERIMAH KASIHKU TAK TERHINGGA UNTUK GURU WALI MURSYID :
K.H.Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin adalah nama asli Abah Anom. Lahir 1 Januari 1915 di Suryalaya, Tasikmalaya. Ia anak kelima dari Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, atau Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya. Sebuah pesantren tasawuf yang khusus mengajarkan Thariqat Qadiriyyah Naqsabandiyah (TQN).Kami Selalu mendoakan..Semoga Pangersa Abah Anom Dipanjangkan usianya,selalu Ditambahkan
kesehatannya pun kepada Umi, putera-mantu cucu Beliau, Para Wakil
Talkin dan para pembantu Beliau dimanapun mereka berada…Alfatihah....
Ilaahi antamaksudi waridloka matlubi a'tini mahabbataka wa ma'rifataka..........
LAA ILAAHA ILLALLAH.....LAA ILAAHA ILLALLAH....LAA ILAAHA ILLALLAH.........
LAA ILAAHA ILLALLAH.....LAA ILAAHA ILLALLAH....LAA ILAAHA ILLALLAH.........
LAA ILAAHA ILLALLAH.....LAA ILAAHA ILLALLAH....LAA ILAAHA ILLALLAH.......
CARA BERPRASANGKA BAIK
Jika engkau bertemu dengan seseorang ,maka yakinilah bahwa ia lebih baik dari mu.ucapkanlah dalam hatimu:
"bisa jadi kedudukannya di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih tinggi dari ku"
jika kamu bertemu dengan anak kecil,maka ucapkanlah (dalam hatimu )
"Anakii belum pernah bermaksiat kepada Allah sedangkan diriku telah banyak bermaksiat kepada Allah.tentu anak ini jauh lebih baik dariku"
jika kamu bertemu orang tua,maka ucapkanlah (dalam hatimu)
"dia telah beribadah kepada Allah jauh lebih lama dariku ,tentu dia lebih baik dariku"
jika bertemu dengan orang yang berilmu maka ucapkalah (dalam hatimu )
"orang ini memperoleh karunia yang tidak akan ku peroleh,mencapai kedudukan yang tidak akan pernah ku capai,mengetahui apa yang tidak ku ketahui dan dia mengamalkan ilmunya,tentu dia lebih baik dariku"
jika bertemu dengan seorang yang bodoh maka katakalah (dalam hatimu )
"orang ini bermaksiat kepada Allah (tidak tahu )sedangkan aku bermaksiat kepada Nya padahal aku mengetahui akibatnya.dan aku tidak tau bagai mana akhir umurku dan umurnya kelak dia tentu lebih baik dariku"
jika bertemu dengan orang kafir maka katakanla (dalam hatimu)
"aku tidak tau bagaimana keadaannya kelak,bisa saj di akhir usianya dia memeluk agama islam dan beramal saleh.dan bisa jadi di akhir usia,diriku kufur dan brbuat buruk"
oleh:syeikh Abdul Qodir al Jaelani
WAHAI...DIRIKU..DIRIMU...DIRINYA.....
Wahai diri, biarlah dirimu jatuh bangun, merangkak tegak, dalam taubat demi taubat yang tidak ‘menjadi’ berbanding larian dosa yang maju dan laju tanpa henti-henti. Lebih baik terbentur, daripada patah. Lebih baik hatimu selalu terdera oleh rasa berdosa sepanjang hayat, daripada tertipu oleh ‘nikmatnya’ yang menyebabkan siksa selamanya di akhirat.
Wahai diri, ingatlah… sekalipun kau terhijab daripada mengecapi nikmat ketaatan, tapi jangan sampai kau tertipu oleh nikmat kejahatan. Berhati-hatilah menjaga hati. Tidak mengapa kau selalu menangis kerana dosa… tetapi jangan sampai kau tersenyum kerananya! Ingatlah selalu, kejahatan yang menyebabkan kau menangis, lebih baik daripada kebaikan yang menimbulkan rasa takbur!
FILOSOFI DZIKRULLAAH
Allah swt. berfirman: “… dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Q.s. Al-Anfal: 45).
Dan firman-Nya pula kepada Nabi-Nya saw.:
“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.s. Al-Muzzammil: 8).
Rasulullah saw bersabda, “Berdzikir kepada Allah pada waktu pagi dan sore hari lebih utama daripada berperang di jalan Allah dan memberikan harta kepada orang lain, dengan hati penuh derma.” (AlHadits).
Sabda beliau pula :
“Maukah kalian aku beritahukan tentang amal terbaik dan lebih semerbak (harum) bagi Tuhanmu, lebih meninggikan martabatmu dan lebih baik daripada kalian memberikan binatang dan emas, serta lebih utama daripada kalian bertemu musuh kalian, lalu kalian hantam lehernya dan mereka juga memukul leher kalian?” Para sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dzikir kepada Allah.” (Al-Hadits).
Dalam hadits lain beliau bersbda :
“Beruntunglah orang-orang yang menyendiri, beruntunglah orang-orang yang menyendiri!” Sahabat bertanya, “Siapa mereka ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang terlena dalam berdzikir kepada Allah, lantaran dzikir, dosa mereka diampuni oleh-Nya, sehingga kelak pada hari Kiamat mereka datang dalam keadaan telah diringankan.” (Al-Hadits).
Ketahuilah, orang-orang ahli bashirah telah dibukakan hatinya, bahwa dzikir merupakan amal perbuatan yang paling utama. Sebagaimana amal-amal yang lain, dzikir pun mempunyai tiga lapisan kulit. Sebagian yang lain saling berdekatan dengan lubuk hati. Sebab, di balik ketiga lapisan, ada lubuk hati tersebut. Lapisan tersebut memiliki keutamaan, sebab berfungsi sebagai metode menuju dzikir. Lapisan teratas adalah dzikir lisan. Lapisan kedua adalah dzikir hati, karena. Ia harus selaras dengan dzikir, sehingga hati selalu hadir bersama dzikir. Jika tidak, Ia akan ditransmisi ke dalam wahana pikiran. Lapisan ketiga adalah bahwa dzikir harus bisa menempati dan menguasai hati, sehingga tidak melirik pada yang lainnya. Seperti pada lapisan kedua, dimana hati berfungsi secara proporsional dalam dzikir.
Lapisan keempat ialah isi (lubuk hati), yaitu Apa Yang (Obyek) didzikirkan (Allah) betul-betul mengakar dan bersemi dalam hati. Pada tahap ini seorang yang berdzikir, telah sirna dan tersembunyi dari dzikir itu sendiri. Inilah yang dimaksud tujuan dari lubuk hati. Yaitu, orang yang berdzikir tidak berpaling pada dzikir dan hatinya. Tetapi, tenggelam pada universalitas Allah yang diingatnya.
Apabila tiba-tiba berpaling pada dzikir, berarti la telah disibukkan kembali oleh hijab. Wahana ketenggelaman ini, disebut oleh para arifin ebagai wahana fana’. Yaitu, la sendiri telah fana’ dari dirinya, sampai tidak menyadari gerak-gerik raganya, ataupun kondisi yang keluar dari raga, ataupun berbagai penghalang batin dalam dzikir. Bahkan telah gaib dari seluruh dirinya, dan dirinya juga gaib dari semua raga dan gerak batinnya, menuju kepada Tuhannya, kemudian berjalan terus, sekali lagi.
Apabila di tengah-tengah fana’nya muncul intuisi yang membisikkan dirinya, bahwa la telah benar-benar fana’ total, maka intuisi tersebut hanyalah kekacauan dan kotoran. Padahal, wahana kesempurnaan adalah kefana’an dari diri sendiri, juga fana’ dari fana’, sampai pada pangkal kefana’an. Kondisi tersebut sering disangka kalangan fuqaha’ verbal sebagai kondisi kehampaan non-rasional. Padahal, bukan demikian. Wahana fanaul fana’ adalah - disandarkan pada nuansa kepada Sang Kekasih-seperti nuansaAnda ketika jatuh cinta kepada kekasih Anda, apakah karena faktor kedudukan, harta atau memang suatu pesona. Hal yang sama ketika Anda sedang marah, maka Anda pasti tenggelam dalam memikirkan musuh. Begitupun Anda akan tenggelam dan asyik masyuk memikirkan sang kekasih, sampai tiada lagi wahana yang tersisa dalam hati. Jika ada orang bicara, Anda tidak paham. Jika ada orang lewat di kanan-kiri Anda, Anda pun tidak melihat, padahal kedua mata Anda terbuka. Orang lain bicara, Anda tidak mendengar, padahal telinga Anda tidak tuli. Anda, ketika tenggelam dalam kefana’an lupa akan segalanya, bahkan lupa akan tenggelam itu sendiri.
Mengapa situasi tersebut dikatakan fana’? Walaupun antara diri dan bayangannya masih tetap ada? Karena diri dan bayang-bayang serta seluruh dimensi inderawi bukanlah hakikat wujud.
Wujud hakiki ada pada alam amr dan alam malakut. Sedangkan ruh itu berasal dari alam amr, sebagaimana firman-Nya :
“Katakanlah, ‘Ruh itu adalah amr Tuhanku’.” (Q.s. Al-Isra’: 85).
Sementara qalbu fisik tergolong alam makhluk. Sedangkan konteks qalbu atau hati dalam buku ini adalah lathifah yang berfungsi sebagai pengingat, yang mengetahui, yang menjadi tempat bersemainya cahaya Ilahi. Bukannya qalbu fisik.
Namun tidak berarti mengisyaratkan, Ruh itu qadim dan qalbu itu hadits. Keduanya, tetap bersifat baru (hadits).
Yang kami maksud dengan makhluk adalah sesuatu yang padanya terjadi persekutuan dan takdir, yaitu jasad dan sifat-sifatnya. Sedangkan yang kami maksud dengan alam amr, adalah sesuatu yang tidak dilintasi oleh takdir.
Alam fisik jasmani, sesungguhnya tidak memiliki wujud yang esensial. Namun, sebagai dimensi bayangan belaka. Bayangan manusia bukanlah hakikat manusia itu sendiri. Seseorang tidak memiliki hakikat wujud. Tetapi, hanya memiliki bayangan hakikat. Semuanya ciptaan Allah swt.
Allah swt. berfirman:
“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Q.s. Ar-Ra’d: 15).
Sujudnya alam amr bersifat patuh/taat kepada Allah, sedang sujudnya bayang-bayang bersifat terpaksa. Di bawahnya ada rahasia-rahasia yang dalam, yang permulaannya menggerakkan mata rantai kegilaan yang dahsyat, apalagi akhirnya. Karenanya, Anda perlu mencermati, dan dengan begitu, Anda baru paham apa yang disebut fana’ itu. Maka, Anda harus meninggalkan ucapan yang berbau fitnah dan dusta, terhadap obyek ilmu yang Anda tidak mumpuni.
Allah swt. berfirman :
“Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka befum mengetahuinya dengan sempurna…„“(Q.s. Yunus: 39).
Dan firman-Nya :
“Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata, ‘Ini adalah dusta yang lama’.” (Q.s. Al-Ahqaaf. 11).
Jika fana’ sudah dipahami sedemikian rupa, maka itulah awal menempuh jalan ruhani (thariqah). Yakni, pergi menuju kepada Allah swt, sedangkan petunjuk datang kemudian. Petunjuk dimaksud adalah petunjuk Allah swt, seperti kata Ibrahim Al-Khalil as, dalam firmanNya : “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Q.s. Ash-Shaaffaat: 99).
Amar pertama adalah pergi kepada Allah, kemudian pergi “di dalam” Allah, dan itulah fana’ serta tenggelam dalam kefana’an. Tetapi ketenggelaman itu, pertama-tama seperti Hat yang cepat. Namun bila kilatan itu permanen, menjadi kebiasaan yang meresap dalam j iwa, maka hamba naik pada alam yang lebih tinggi, dan melihat wuj ud hakiki yang murni, la mendapat cap ukiran malakut. Pada dirinya tampak kesucian alam lahut. Proyeksi pertama yang muncul pada alam tersebut adalah: Inti-inti malaikat, arwah para Nabi dan wall, dalam bentuk yang sangat indah, yang dengan perantaraannya, mengalir sebagian kebenaran hakiki. Ini pada tahap permulaan, sampai kemudian naik ke deraj at yang lepas dari segala metafora. Cukup dengan kejelasan Allah swt. Yang Maha Haq, dalam segalanya.
Apabila ia dikembalikan pada alam metafor yang semata bayangbayang, la memandang ke makhluk dengan pandangan penuh kasihan, karena mereka terhalang untuk memandang keindahan Ilahi Yang Maha Suci. Dan la pun merasa heran, mengapa mereka menerima begitu saja, dengan bayang-bayang, mereka memihak pada rekayasa alam tipudaya dan khayalan. Maka, ketika la bersama mereka, la tarrlpak hadir, tetapi hatinya gaib, sembari merasa heran dengan kehadiran mereka. Sementara mereka juga heran akan kegaibannya.
Itulah buah dari dzikir lubuk hati. Awalnya adalah dzikir lisan, kemudian dzikir hati dengan diatur, lantas menjadi watak hati itu sendiri. Pada tahap berikutnya lebur dalam wahana yang diinga bahkan dzikirnya pun telah terberangus. Inilah rahasia sabda Rasul ullah saw, “Barangsiapa cinta untuk dinaikkan ke derajat taman surgc maka perbanyaklah dzikir kepada Allah swt.”
Dan merupakan rahasia dari sabdanya pula, “Dzikir hati melebik tujuhpuluh kali lipat daripada dzikir yang bisa didengarkan secara hafalan.”
Suatu dzikir yang dirasakan oleh hati Anda dan didengar dalar hafalan, maka perasaan mereka akan menyamai perasaan Anda. Da: di dalam hal ini ada rahasia sampai ketika dzikir Anda tidak teringa dari perasaan Anda, karena kepergian Anda kepadaYang diingat (Alla swt.) secara total. Sehingga dzikir Anda pun musnah dari perasaan hafalan Anda.
Sepanjang hati merasakan nikmatnya dzikir dan berpaling pad bentuk dzikir itu sendiri, maka hati telah terhalang dari Allah sw Apabila hati tidak ragu-ragu, jauh dari syirik samar (syirk khafy sehingga la menjadi hamba yang tenggelam dalam kemahaesaan Al Haq, maka la disebut hamba yang bertauhid.
Begitu pula tentang ma’rifat. Siapa yang mencari ma’rifat, derr ma’rifat, la seperti dzikir yang mengingat dzikirnya. Sedangkan oran yang memperoleh ma’rifat, justru seperti orang yang tida mendapatkannya, tetapi yang didapati adalah Yang dima’rifati (Allah swt). Dia telah menempatkan diri dalam wahana dari hakikat wisha dan berada pada nuansa qudus.
Jika Anda bertanya, “Mengapa mukasyafah tersebut ditentuka : dalam tahap fana’?”
Perlu Anda ketahui, untuk menjelaskannya perlu kisah yan panjang. Jika Anda merenungkannya, Anda tidak bisa membatasi dil pada alam inderawi, tumpuan nafsu dan syahwat, yang menggirin pada jagad empirik yang penuh dengan dusta dan tipudaya.
Oleh sebab itu, Allah swt. menj elaskannya dengan alam kematiar Karena kompetensi alam empirik inderawi dan khayalan yan menghadapkan hati pada alam terbawah, dianggap batal.
Jika Anda berpaling dari realita inderawi ketika tidur, Anda bis melihat sesuatu yang gaib menurut kadar kesiapan, penerimaan dan cita-cita anda. Anda menjumpainya lewat metaphor yang perlu di terjemahkan lagi.
Saya tidak berprasangka, bahwa Anda tidak akan mendapati mimpi yang benar, yang bisa memprediksi masa depan. Namun, khayalan sering tidak menenangkan tidur walaupun anggota badan telah tenang.
Itulah yang menjadi sebab lemahnya penglihatan hati, yang tidak pernah sunyi dari gambaran-gambaran buram.
Fana’ merupakaii konotasi dari wahana tenangnya anggota fisik, yang tidak lagi bergerak. Kemudian di dalam ketenangan itu muncul imajinasi yang tidak bercampur-baur. Apabila imajinasi itu tetap dominan, maka tidak akan dipengaruhi, kecuali oleh desakan wahana yang tampak dari alam suci, sehingga para Nabi, malaikat, dan ruhruh qudus, tergambar dalam proyeksi imajinasi hati.
Inilah persoalan yang mengingatkan Anda, agar Anda berhasrat menjadi ahli rasa (ahli dzauq). Jika Anda tidak mampu demikian, seyogyanya Anda menjadi pakar ilmu bidang batin. Jika kepakaran ini tidak bisa Anda raih, Anda cukup beriman saja.
Allah swt. berfirman :
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.s. Al-Mujadilah: 11).
Dan sekali-kali jangan sampai Anda tergolong orang-orang yang mengingkari fenomena fana’ ini, yang karenanya Anda disiksa, ketika kebenaran dibuka saat sakaratul maut, di mana nasib Anda sangat ditentukan.
Allah swt. telah berfirman:
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Q.s. Qaaf 22).
Iman, ilmu dan rasa, adalah tiga derajat yang membentang. Orang yang impoten, misalnya, terproyeksi benar adanya birahi bersetubuh pada lain jenis, dengan gambaran bahwa hal itu diterima dari orang yang menduga balk terhadap orang tersebut dan tidak dicampur-bauri oleh kebohongan. Gambaran ini seperti iman. Apabila terproyeksi, bahwa adanya birahi tersebut diketahui lewat bukti-bukti, disebut sebagai ilmu. Referensinya adalah qiyas, ketika memandang keinginannya pada makanan misalnya, maka dianalogikan pula nafsu makan tersebut dengan birahi seksual. Semuanya tetap jauh dari penemuan hakikat birahi dengan adanya birahi itu sendiri pada dirinya.
Begitu juga orang awam yang sehat yang melihat orang sakit, dan ia percaya (iman) begitu saja. Sementara si dokter melihatnya dengan bukti-bukti. Penglihatan dokter ini disertai ilmu. Siapa pun yang tidak pernah sakit, la pasti tidak pernah mengenal rasa sakit. Demikian juga tentangfana’ dalam tauhid; rasa adalah musyahadah, ilmu adalah qiyas, dan iman adalah perspektif secara berbaik sangka (husnudzan) tanpa disertai keraguan. Maka, berusahalah agar Anda bisa bermusyahadah, sebab tidak ada kabar yang lebih gamblang daripada menyaksikan dengan nyata.
Apabila Anda bertanya, “Betapa besar persoalan dzikir, lalu lebih utama mana antara dzikir dan membaca Al-Qur’an?” Perlu diketahui, bahwa membaca Al-Qur’an lebih utama bagi makhluk secara menyeluruh, kecuali bagi orang yang pergi menuju kepada Allah swt. Membaca Al-Qur’an akan menjadi amal paling utama bagi mereka yang pergi menuju Allah swt. dalam totalitas perilaku awalnya, dan sebagian perilaku akhirnya. Sebab, Al-Qur’an mengandung bagianbagian pengetahuan, tingkah laku ruhani dan petunjuk jalan. Sepanjang hamba senantiasa butuh pada pembersihan akhlak dan pengetahuan, Al-Qur’an lebih utama. Tetapi, apabila membaca Al-Qur’an tidak disertai perilaku batin seperti itu, sedang dzikir lebih dominan dalam hatinya, sehingga dzikir mendorongnya pada wahana ketenggelaman ruhani, maka dzikirlah yang lebih utama. Karena membaca Al-Qur’an, menarik intuisinya dan mengarahkan pada hamparan taman surga.
Sementara, murid yang pergi menuju Allah swt. tidak layak menoleh pada surga dan taman-tamannya. Tetapi, cita-citanya hanya satu, dzikirnya hanya satu tujuan, sampai la mendapatkan derajat fana’ dan ketenggelaman. Karena itu, Allah swt. berfirman :
“Dan sungguh, dzikir kepada Allah itu lebih besar.” (Q.s. Al-’Ankabut: 45).
Orang yang sampai pada derajat kefana’an, tetapi tidak abadi dan tidak tetap, maka sebaiknya la introspeksi diri, sebab, kadang-kadang membaca Al-Qur’an lebih bermanfaat terhadap dirinya. Kondisi demikian memang langka, seperti nuansa al-Kibritul Ahmar. Bisa dibicarakan secara teoritis, tetapi tidak bisa didapatkan.
Maka, mutlak membaca Al-Qur’an akan lebih utama. Sebab, amal tersebut menjadi lebih utama dalam segala kondisi, kecuali ketika sedang disibukkan bicara. Karena inti dari Al-Qur’an adalah mengenal Dzat Yang Berfirman melalui Al-Qur’an, mengetahui keindahan dan tenggelam karena-Nya. Al-Qur’an menuntun kepada-Nya, dan memberi petunjuk ke wahana-Nya. Siapa yang mengutamakan tuj uan pasti tidak akan menoleh pada jalan.
Bila Anda masih bertanya, “Dzikir mana yang lebih utama?” Ketahuilah - sebagaimana kami sebut - yang paling utama adalah supremasi Allah dalam hati sebagai obyek, yang didzikirkan. Yaitu, Satu, tidak lebih, sampai terseleksi mana yang utama. Itu semua, merupakan kenyataan jamak dan penunggalan (tauhid). Sementara keragaman dan kuantita, muncul sebelumnya. Kondisi tersebut terjadi sepanjang Anda ada pada tahap dzikir lisan dan hati, yang kemudian terbagi pula dalam dzikir utama dan tidak utama. Keutamaannya, terletak pada kriteria sifat-sifat berdzikir yang dilakukan.
Sifat-sifat Allah swt. dan Asma-Nya, dalam Hak Allah swt. terbagi menjadi dua kategori :
Pertama, hal-hal yang memang benar dalam hak hamba, dan diorientasikan pada hak Allah swt, seperti sifat dan Asma : As-Shabbur, As-Syakuur, Ar-Rahim dan Al-Muntaqim.
Kedua, suatu sifat dan Asma yang hanya benar dalam hak-Nya. Apabila digunakan selain Diri-Nya, penggunaan itu hanya bersifat metafor.
Dzikir paling utama adalah ucapan :
“Tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurus makhluk.”
Sebab, dalam dzikir tersebut ada Nama Allah Yang Agung, sebagaimana sabda Rasul saw, ‘Asma Allah YangAgung itu ada dalam ayat Kursi dan awal surat Ali Imran.” Dua Asma tersebut tidak bersamaan, kecuali pada ayat tersebut. Pasti ada rahasia yang dalam dan tersembunyi dari pemahaman Anda.
Sekadar pemahaman sederhana, bisa dirumuskan, bahwa ucapan : Laa ilaaha Illallah, mensyiarkan tauhid, memberi arti Wahdaniyah (sifat Ketunggalan) dalam Dzat dan Ketuhanan, bersifat hakiki dalam Hak Allah swt, tanpa ditakwil. Namun, pada hak selain Diri-Nya, bersifat metafor dan harus ditakwilkan.
Begitu pula Al-Hayy, pengertiannya adalah Dzat yang hidup dengan Dzat-Nya, dan mengetahui Dzat-Nya. Sedangkan mayat adalah dzat yang tidak memiliki akses informasi dari substansinya. Al-Hayy merupakan predikat hakiki bagi Allah swt. tanpa harus ditakwilkan.
Al-Qayyum memberikan pengertian bahwa Dia Maha Tegak dengan Dzat-Nya, dan segala yang ada tegak karena sifat tegak-Nya. Predikat ini pun bersifat hakiki bagi Allah swt. tanpa ditakwilkan, sebab selain-Nya tidak ada yang memiliki predikat tersebut.
Selain Asma tersebut, dari sejumlah Asma Allah yang memiliki indikasi pada Perbuatan (Af’aal) Allah swt, seperti Ar-Rahiim, AlMuqsith, Al Adl dan lain sebagainya. Asma tersebut tidak menunjukkan arti sifat-sifat langsung. Karena sumber-sumber Af’al adalah sifat-sifat. Sifat sebagai predikat asli, kemudian diikuti oleh Af’al. Selain sifat-sifat yang mengindikasikan pada sifat Qudrat, Ilmu, Iradat, Kalam, Sama’ dan Bashar - yang sebagian diduga bahwa ketetapan sifat tersebut bagi Allah swt. sebagai pengertian dari perspektif lahiriahnya, padahal jauh berbeda, sebab pemahaman lahiriah merupakan persoalan yang dikaitkan dengan sifat-sifat manusia. Sedangkan Kalam, Qudrat, Ilmu, Sama’ dan Bashar-Nya, merniliki esensi-esensi yang ketetapannya mustahil bagi manusia. Maka, nama-nama tersebut dikecualikan dari segala bentuk penakwilan.
Hal tersebut mengingatkan pada hal-hal yang terkandung dalam pemahaman Anda dari spesifikasi kalimat-kalimat ini, sebagai sesuatu yang besar. Ucapan Anda berikut ini, lebih mendekati :
“Subhaanallaah wal Hamdulillaah wa laailaaha Illah wallahu Akbar. “
(Maha Suci Allah dan. segala puji bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar).
Sebab, Subhaanallaah sebagai konotasi penyucian yang secara hakiki memang Hak-Nya. Kesucian hakiki tidak dapat diproyeksikan, kecuali hanya bagi Allah swt. Ucapan : Alhamdulillah memberi pengertian sandaran nikmat seluruhnya hanya kepada Allah swt. Pengertian tersebut bersifat hakiki. Sebab, Dia-lahYang Tunggal dalamAf’al, ketunggalan esensial tanpa takwil. Allah swt. Yang berhak menerima pujian semata. Sebab, bagi-Nya tidak ada sebutan dalam pekerjaan-Nya. Sebagaimana pula, tidak adanya sekutu bagi pena bersama penulis untuk memiliki hak pujian pada sisi kebajikan.
KERAMAT SEORANG WANITA
Syeikh Sariy Saqaty r.a adalah seorang alim dan ulama yang abrar. Murid-muridnya terdiri dari berbagai kaum yang datang dari berbagai pelosok. Salah seorang daripada muridnya adalah seorang wanita yang solehah, jujur dan sentiasa taat dan patuh kepada perintah Allah. Wanita ini mempunyai seorang anak yang bernama Muhammad. Anaknya telah diserahkan kepada seorang guru untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dan mengaji Al-Quran
Pada suatu hari guru agama ini pergi ke tepi sungai Dajlah bersama-sama anak wanita tadi untuk jalan-jalan. Ketika guru itu duduk sambil beristirahat, anak wanita tadi bermain-main di tepi sungai dan tidak di sedari bahawa anak itu telah turun ke dalam sungai itu. Setelah di sadari oleh guru itu dan belum sempat guru itu menarik anak itu ke darat, tiba-tiba anak itu tenggelam ke dalam sungai. Dengan perasaan cemas guru itu mencari-cari anak itu tetapi tidak ketemu. Setelah puas mencari guru itu tidak dapat berbuat apa-apa dan beliau berfikir mungkin anak itu telah mati dan di bawa arus.
Guru tersebut merasa menyesali perbuatannya kerana mengajak anak tersebut jalan-jalan di tepi sungai. Fikirannya buntu tidak dapat memikirkan bagaimana untuk memberitahu ibu anak tersebut tentang ini, dia takut dimarahi oleh wanita itu. Dengan perasaan yang tidak menentu itu, tiba-tiba ia teringat tentang syeikh Sariy seorang ulama tempat ibu anak itu mengaji, mungkin syeikh tersebut bisa membantu menyelesaikan masalah ini. Tanpa membuang waktu guru itu pergi kerumah Syeikh Sariy untuk memohon bantuannya menyelasaikan masalah tadi.
Setibanya di sana Guru itu menceritakan kepada Syeikh Sariy bahwa anak wanita itu hilang tenggelam dia memohon supaya mencari jalan bagaimana untuk memberitahu ibunya tentang kehilangan anaknya. Syeikh Sariy mengajak kawannya Al-Junid yang kebetulan berada disitu untuk pergi ke rumah wanita itu dan sama-sama membantu supaya wanita itu tidak mengamuk atau marah pada guru yang membuat anaknya tenggelam
Ketika tiba di rumahnya Syeikh Sariy dan Al-Junid mengajarinya tentang kesabaran yang perlu dihadapi kerana ia adalah kehendak Allah, suatu musibah yang menimpa adalah takdir Allah semata-mata. Wanita itu heran dengan tingkah laku Syeikh Sariy dan kawannya Al Junid. Wanita itu berkata kepada Syeikh Sariy "Apakah sebenarnya yang terjadi? sehingga tuan-tuan menceritakan tentang sesuatu yang telah saya ketahui". Syeikh Sariy berterus terang dan menceritakan tentang hilangnya anaknya yang telah tenggelam ke dalam sungai ketika anaknya bermain-main bersama-sama gurunya di tepi sungai Dajlah
Mendengar keterangan tersebut wanita itu berkata dengan perasanan tenang "Insya Allah, Tuhan tidak akan melakukan yang demikian kepada aku". Wanita itu mengajak mereka supaya menunjukkan tempat kehilangan anaknya. Mereka menuju ke tebing sungai dan ketika sampai di sana guru itu menunjukkan tempat anaknya tenggelam. Kata wanita itu "Apakah kamu yakin anakku hilang di sini" Jawab guru itu "Benar di sinilah dia tenggelam dan saya tidak sempat untuk mememegang tangannya ketika ia tenggelam". Lalu wanita itu menyeru nama anaknya "Hai anakku Muhamammad" beberapa kali, tidak lama kemudian anaknya menjawab "Ibu, Saya ada disini". wanita itu terus turun kedalam sungai lalu mengulurkan tangannya ke dalam air untuk menarik anaknya. Syeikh Sariy, Al Junid dan Gurunya hanya tertegun melihat keajaiban yang terjadi di hadapan matanya. Syeikh Sariy berkata "jika kita memberitahu kepada orang, tentu mereka tidak percaya". Jawab Al Junid "Benar kata tuan, keajaiban tidak diperolehi oleh semua orang, kecuali mereka yang benar-benar takwa dan patuh kepada Allah, maka Allah akan mengaruniakan kelebihan kepada mereka"
Wanita tadi memeluk anaknya dangan penuh kegembiraan. Mereka pergi dari situ untuk pulang kerumahnya dan tinggallah Syeikh Sariy, Al Junid dan Guru di situ. mereka berbincang-bincang tentang keramat yang diberikan Allah kepada wanita itu. Syeikh Sariy berkata "Wanita itu telah mendapat alamat bahwa anaknya masih hidup ketika berkata Allah tidak akan melakukan yang demikian kepadanya" Mereka bertiga pun pulang dari situ dengan membawa kenangan yang tidak dapat di lupakan dan mereka bersyukur kepada Allah diatas kebesaran dan kekuasaan-Nya dan segala yang terjadi di permukaan muka bumi ini adalah atas ketentuan-Nya
Pada suatu hari guru agama ini pergi ke tepi sungai Dajlah bersama-sama anak wanita tadi untuk jalan-jalan. Ketika guru itu duduk sambil beristirahat, anak wanita tadi bermain-main di tepi sungai dan tidak di sedari bahawa anak itu telah turun ke dalam sungai itu. Setelah di sadari oleh guru itu dan belum sempat guru itu menarik anak itu ke darat, tiba-tiba anak itu tenggelam ke dalam sungai. Dengan perasaan cemas guru itu mencari-cari anak itu tetapi tidak ketemu. Setelah puas mencari guru itu tidak dapat berbuat apa-apa dan beliau berfikir mungkin anak itu telah mati dan di bawa arus.
Guru tersebut merasa menyesali perbuatannya kerana mengajak anak tersebut jalan-jalan di tepi sungai. Fikirannya buntu tidak dapat memikirkan bagaimana untuk memberitahu ibu anak tersebut tentang ini, dia takut dimarahi oleh wanita itu. Dengan perasaan yang tidak menentu itu, tiba-tiba ia teringat tentang syeikh Sariy seorang ulama tempat ibu anak itu mengaji, mungkin syeikh tersebut bisa membantu menyelesaikan masalah ini. Tanpa membuang waktu guru itu pergi kerumah Syeikh Sariy untuk memohon bantuannya menyelasaikan masalah tadi.
Setibanya di sana Guru itu menceritakan kepada Syeikh Sariy bahwa anak wanita itu hilang tenggelam dia memohon supaya mencari jalan bagaimana untuk memberitahu ibunya tentang kehilangan anaknya. Syeikh Sariy mengajak kawannya Al-Junid yang kebetulan berada disitu untuk pergi ke rumah wanita itu dan sama-sama membantu supaya wanita itu tidak mengamuk atau marah pada guru yang membuat anaknya tenggelam
Ketika tiba di rumahnya Syeikh Sariy dan Al-Junid mengajarinya tentang kesabaran yang perlu dihadapi kerana ia adalah kehendak Allah, suatu musibah yang menimpa adalah takdir Allah semata-mata. Wanita itu heran dengan tingkah laku Syeikh Sariy dan kawannya Al Junid. Wanita itu berkata kepada Syeikh Sariy "Apakah sebenarnya yang terjadi? sehingga tuan-tuan menceritakan tentang sesuatu yang telah saya ketahui". Syeikh Sariy berterus terang dan menceritakan tentang hilangnya anaknya yang telah tenggelam ke dalam sungai ketika anaknya bermain-main bersama-sama gurunya di tepi sungai Dajlah
Mendengar keterangan tersebut wanita itu berkata dengan perasanan tenang "Insya Allah, Tuhan tidak akan melakukan yang demikian kepada aku". Wanita itu mengajak mereka supaya menunjukkan tempat kehilangan anaknya. Mereka menuju ke tebing sungai dan ketika sampai di sana guru itu menunjukkan tempat anaknya tenggelam. Kata wanita itu "Apakah kamu yakin anakku hilang di sini" Jawab guru itu "Benar di sinilah dia tenggelam dan saya tidak sempat untuk mememegang tangannya ketika ia tenggelam". Lalu wanita itu menyeru nama anaknya "Hai anakku Muhamammad" beberapa kali, tidak lama kemudian anaknya menjawab "Ibu, Saya ada disini". wanita itu terus turun kedalam sungai lalu mengulurkan tangannya ke dalam air untuk menarik anaknya. Syeikh Sariy, Al Junid dan Gurunya hanya tertegun melihat keajaiban yang terjadi di hadapan matanya. Syeikh Sariy berkata "jika kita memberitahu kepada orang, tentu mereka tidak percaya". Jawab Al Junid "Benar kata tuan, keajaiban tidak diperolehi oleh semua orang, kecuali mereka yang benar-benar takwa dan patuh kepada Allah, maka Allah akan mengaruniakan kelebihan kepada mereka"
Wanita tadi memeluk anaknya dangan penuh kegembiraan. Mereka pergi dari situ untuk pulang kerumahnya dan tinggallah Syeikh Sariy, Al Junid dan Guru di situ. mereka berbincang-bincang tentang keramat yang diberikan Allah kepada wanita itu. Syeikh Sariy berkata "Wanita itu telah mendapat alamat bahwa anaknya masih hidup ketika berkata Allah tidak akan melakukan yang demikian kepadanya" Mereka bertiga pun pulang dari situ dengan membawa kenangan yang tidak dapat di lupakan dan mereka bersyukur kepada Allah diatas kebesaran dan kekuasaan-Nya dan segala yang terjadi di permukaan muka bumi ini adalah atas ketentuan-Nya
AHLI DZIKIR TIDAK TAKUT ALAM KUBUR
Berbahagialah kita yang telah mendapatkan talqin dzikir dari Pangersa Abah Anom kemudian mengamalkannya sesuai dengan petunjuk dan tuntunan serta bimbingan Beliau. Karena Allah SWT. berfirman dalam surat al-Ahzab : 35 : "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." Jangan hanya ampunan dari Allah saja yang kita minta tapi juga ampunan dari sesama manusia karena taubat merupakan maqam pertama yang harus dilalui seseorang yang sedang menempuh perjalanan menuju Allah.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW. dalam salah satu haditsnya bersabda : "Laisa 'alaa aHli laa ilaaHa illallaah wa khosyatun fii qubuuriHim walaa mansyariHim waka annii unzhuruu ilaa aHli laa ilaaHa illallaah waHum yanqudhuunat turooba ru-uusiHim wayaquluuna alhamdulillaaHilladzii adzHaba 'annalhazaan". Ahli Laa ilaaHa illallaah tidak akan merasa takut ketika memasuki alam kubur, tidak akan merasa takut ketika berada di alam kubur dan tidak akan merasa takut pula ketika dibangkitkan dari alam kubur. Bermacam-macam keadaan orang-orang yang dibangkitkan dari dalam kubur sesuai dengan balasan yang mereka dapatkan. Bagi ahli Laa ilaaHa illallaah ketika dibangkitkan dari alam kubur mereka membersihkan debu tanah yang menempel di kepalanya sambil berkata :alhamdulillaaHilladzii adzHaba 'annalhazaan (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku kesedihan di alam kubur).
Dzikir merupakan kebiasaan/akhlaq Rasulullah SAW. Oleh karena itu, memperbanyak dzikrullah merupakan salah satu usaha kita untuk mencontoh beliau sebagai suri tauladan. Dan di bulan Maulid ini, bulan dilahirkannya Nabi Muhammad SAW. yang mulia yang kita cintai, mari kita tingkatkan dzikir kita sehingga ada atsarnya (bekasnya) diantaranya kebersihan hati, bersih dari sifat sombong. Tidak hanya dzikirnya saja tapi juga kebiasaan/akhlaq yang lainnya seperti murah senyum, berdo'a sebelum makan, selalu bersilaturahim serta mencontoh perbuatan beliau yang selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT.
DIA HANYA BERMAKNA SATU SAJA
ALLAH hadir di seluruh penjuru kehidupan kita.Di setiap yang kita lihat. Di segala yang kita dengar. Di persoalan-persoalan yang sedang kita pikirkan. Dan di segala sesuatu yang kita lakukan. Bahkan ALLAH juga hadir di sekujur tubuh kita. Mulai dari denyut jantung, tarikan nafas, geliat otot-otot, percikan sinyal-sinyal listrik di sel-sel saraf dan otak, serta seluruh aktivitas kehidupan kita. Kita Tidak Bisa Lari dari pandangan sang ILAAHII....Bertoubat dan selalu bertoubat dan menjalani apa yang diperintahkannya, untuk mendapatkan apa yang diinginkan kita sebenarnya....Tanpa diminta...ALLAH pun Mengerti apa isi hati di dalam Qolbu ini.Dengan Bimbingan Guru Wali Mursyid untuk selalu berpegang teguh pada Tali ALLAH...jalan menuju Toubat adalah Hidup yang penuh likuliku segala sesuatu awal mula dari suatu perjalanan menuju ILAAHII...Yang dirangkai dalam suatu Alur Cerita,Kita harus bersabar menerima segala ujian dan cobaan yang datangnya dari sang ILAAHII..segala sesuatu ada pembersihnya....walau hina sekalipun,tetap ada pembersihnya....,Pembersihnya itu adalah Dengan DZIKRULLAAH...
Maka, seluruh Jiwa raganya kini telah mengakui keberadaan ALLAH. Bukan hanya di kiblat shalatnya, tetapi ia merasakan kehadiran ALLAH di seluruh penjuru kehidupannya. Sejak bangun tidur, kemudian beraktivitas, sampai tidur kembali, ia tidak pernah bisa lepas dari keberadaan ALLAH sebagai pusat kontrol kehidupanNYA.
Hidup bagi DIA hanya bermakna SATU saja, yaitu: LAA ILAHAA ILLALLAAH Tidak ada Tuhan (di seluruh penjuru alam semesta ini) kecuali ALLAH. Yang diriNYA beserta seluruh makhluk ada di Genggaman KekuasaanNYA.Yang Tidak tergoyahkan. . . Yaitu Benteng ALLAH.Benteng Dari Segala Benteng.
Bersama Shultonu Auliya'i Fihadza Zaman Pangersah Abah Anom Syeich Ahmad Shohibul Wafa TAdjul'Arifin.Qs
Menangkap petunjuk ILAAHI Dgn Berjalan jalan ke Dunia mistik cinta, kita dibawa ke sebuah kenyataan kita yang tidak dapat di mengerti, yang berada di luar pengetahuan kami . Kita harus belajar untuk mendengarkan dan tanggapan dari tempat ketidaktahuan-untuk menjadi cangkir kosong. Ini adalah sikap yang sangat berbeda dari yang dituntut oleh dunia luar, yang mengharuskan kita bertindak dari tempat mengetahui dan memahami.Dengan Bermimpi adlah suatu Petunjuk yg dapat membantu untuk membangkitkan bagian dari otak kita yang bisa merespon tanpa prasangka.
TALQIN DZIKIR SAHABAT ROSULULLOH
Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagaimana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Langganan:
Postingan (Atom)